
Puluhan orang telah ramai mengerumuni rumah duka itu. Ketua RT sibuk melarang warganya yang ingin melihat ke dalam rumah. Beberapa orang yang dipercaya mencoba memberi bantuan, namun akhirnya hanya bisa diam menyaksikan apa yang telah terjadi. Darah yang membanjiri lantai, tubuh yang telah tergeletak tak bernyawa membuat suasana dini hari itu semakin pilu. Teriakan histeris keluarga dekat kian menyuramkan hati.
Polisi dan ambulan tiba. Garis pengaman polisi segera dibentangkan, jenazahpun diangkut ke ambulan. Sirene meraung-raung keras kembali, membawa tubuh-tubuh tak bernyawa itu ke rumah sakit, polisi memerlukan otopsi guna penyelidikan.
Tubuh Arya Sadewo belum sepenuhnya meninggalkan dunia ini. Medis menemukan masih ada denyut nadi yang lemah. Selang oksigen, suntikan infus serta usaha penghentian pendarahan segera diberikan. Sementara, anggota keluarga lainnya bernasib tragis, mereka telah mati.
Setibanya di rumah sakit, tubuh Arya Sadewo segera dilarikan ke ruang gawat darurat. Operasi untuk mengeluarkan puluhan peluru yang bersarang ditubuhnya segera dilakukan. Berkali-kali detak jantungnya sempat terhenti, dan berkali-kali pula pengejut listrik singgah di dadanya yang masih berlumuran darah.
Operasi selesai, denyut nadi yang tadi lemah, kini perlahan-lahan mulai menunjukkan grafik normal. Detak jantung Arya Sadewopun mulai berangsur normal, namun masih lemah. Keajaibanlah yang bisa membuat Arya Sadewo bertahan dalam kondisi seperti itu. Mungkin karena fisiknya yang telah terlatih dan menjadi kuat atau mungkin juga karena semangatnya sebagai seorang prajurit. Seorang prajurit yang pantang menyerah, pun kepada takdir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar